Pengobatan HIV pada Ibu Hamil mengacu pada surat edaran Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, dari awal tahun 2017 sampai 2019 ada kurang lebih 12.000 ibu hamil di Indonesia yang dinyatakan positif.
HIV / AIDS pada ibu hamil, merupakan persoalan yang tidak bisa diabaikan. Karena ibu hamil yang positif HIV akan berpeluang besar sekitar 20-50% menularkan ke janinnya.
Namun apabila melakukan pencegahan, maka resiko pemularan dapat menurun menjadi kurang dari 2%. Penularan HIV dari ibu hamil pada bayinya dapat terjadi selama proses persalinan normal, jika bayi terpapar darah, cairan ketuban pecah, cairan vagina maupun cairan lainnya.
Pada PERMENKES No.21/2003 mengenai Penanggulangan HIV dan AIDS berdasarkan Surat Edaran Kementerian Kesehatan NO. 001/GK/2003 tentang Layanan Pencegahan Penyakit dari Ibu ke Bayi.
Bahwa pemberian pengobatan ARV (Anti Retoviral) pada semua ibu hamil segera tanpa memperhitungkan jumlah sel CD4 dan umur kehamilan serta pengobatan ARV selama seumur hidup.
Persalinan pada ibu HIV secara pervaginam dan pemberian ASI eksklusif dengan mengikuti syarat-syarat tertentu. Selain itu semua metoda kontrasepsi untuk perempuan dengan HIV, kecuali kontrasepsi hormonal tertentu yang mengurangi aktivitas ARV.
Daftar Isi
Untuk obat HIV/AIDS sampai sekarang belum ada, akan tetapi dengan terapi antiretroviral, dapat menekan jumlah virus dalam tubuh hingga rendah, sehingga ODHA bisa tetap layak hidup dan sehat. Terapi ARV bertujuan untuk:
Baca: Kenali Gejala HIV
Terapi antiretroviral (ART) untuk ibu hamil HIV-positif sesuai dengan Pedoman Kementerian Kesehatan untuk Manajemen Klinis dan Terapi Antiretroviral pada Orang Dewasa (2011).
Waktu optimal untuk memulai terapi obat antiretroviral (ARV) pada ODHA dewasa ditentukan oleh status klinis pasien (stadium klinis WHO) atau data jumlah CD4.
Penyediaan ARV untuk ibu hamil HIV-positif mengikuti Pedoman Tata Laksana Klinis dan Terapi Antiretroviral pada Orang Dewasa dari Kementerian Kesehatan (2011). Pemberian ARV harus menyesuaikan dengan status klinis ibu dan mengikuti pedoman berikut:
Wanita hamil yang positif HIV harus minum ARV sesuai resep setiap hari. Wanita hamil juga telah terbukti aman saat menggunakan ARV. Sederhananya, beberapa pasien HIV/AIDS (ODHA) merasa efek samping penggunaan ARV.
ARV dapat menyebabkan mual, vertigo, dan halusinasi sebagai efek samping. Namun, efek negatif ini hanya muncul pada awal penggunaan ARV. Penggunaan ARV secara teratur akan memungkinkan virus HIV tetap tidak terdeteksi, mencegah penularan ke bayi yang belum lahir.
Dengan rutin meminum obat ARV, bukan hanya pencegahan HIV/AIDS ini dari ibu hamil saja. Enam minggu profilaksis pemberian pada bayi baru lahir. Observasi pada bayi dari ibu ODHA akan rutin setelah lahir. Untuk mengetahui bayi tersebut positif HIV atau tidak, tes PCR atau Early Infant Diagnosa (EID).
Setelah enam minggu sejak bayi lahir, baru melakukan pemeriksaan bayi baru lahir. Jika hasilnya tidak menguntungkan, akan melanjutkan pemeriksaan. Pemeriksaan sampai usia 18 bulan, yaitu setiap empat minggu sekali, setiap dua bulan, atau setiap empat bulan.
Anda ingin tahu bagaimana cara melindungi dari penularan infeksi HIV/AIDS ini. Segeralah berkonsultasi dengan Klinik Raphael dengan menghubungi nomor 0813-9625-4650 atau 0857-7077-3681.
Anda juga bisa Berkonsultasi Gratis dengan Dokter Kelamin Berpengalaman dengan klinik raphael. Semua informasi data pribadi yang Anda berikan hanya untuk kepentingan reservasi pengobatan, akan terjaga dan menjamin kerahasiaannya.